Bertemu tunanetra perempuan Selayar bahas apakah?

Oleh:Sujono said

7 mei 2022, tepatnya siang hari setelah hujan reda, di sela-sela kunjungan penulis ke rumah seorang tunanetra selayar atas nama Muhammad bakri, seorang alumnus SLBN1 Selayar yang kini tercatat sebagai mahasiswa umi, penulis berkunjung ke rumah bu Hikmah, seorang tunanetra perempuan selayar yang kini tercatat sebagai guru SLBN1 Selayar berstatus ASN. Di rumah beliau, penulis disambut oleh bu Hikmah beserta pak Salim suami tercinta. Dibawah dampingan Bakri, penulis memulai obrolan dengan bu Hikmah dan suami dengan acara maaf-maafan karena momennya adalah momen pasca lebaran. Kemudian dilanjut dengan mempersilakan penulis mencicipi hidangan.
Sesi pertemuan yang dikemas secara nonformal, santai  dan syarat akan kekeluargaan ini dimulai. Agenda bermula dari cerita pak Salim, sang suami tercinta bercerita betapa dahulu ketika mereka baru berumah tangga berada dalam posisi yang tak mudah, belum lagi ketika sosok isteri yang merupakan tunanetra yang selalu coba dikerdilkan oleh kolega mereka sesama pendidik di tempat ia bekerja, lantaran paradigma dan stigma yang melekat padanya sebagai perempuan plus tunanetra, terlebih saat berjuang untuk memperoleh haknya mendaftar sebagai ASN sekitar 8 tahun silam.
Namun, kesabaran suami tercinta, belum lagi dukungan keluarga dan tunanetra yang dikenal hingga akhirnya bu hikmah kuat, survive, mulai produktif dan diterima oleh kolega seprovesinya hingga hari ini. Sebagaimana pada torehan sebelumnya, dengan judul Ramadhan, Idul fitri dan bakti kepada orang tua penulis telah menjelaskan bahwa beliau mengalami kebutaan sejak beliau telah berhasil menyelesaikan strata1.
Mereka, yang menjadi disabilitas sejak lahir dan mereka yang menjadi disabilitas setelah remaja bahkan dewasa dengan ragam disabilitas seperti netra, daksa, tuli, dan kesulitan berkomunikasi, akan terasa berbeda. Mengapa demikian? Karena, mereka telah sempat merasai indahnya dunia. Mereka yang tunanetra total (totally blind), akan shok ketika ia harus menyaksikan dirinya dalam kondisi tersebut. Lantaran mereka telah merasai indahnya panorama alam, sunset, sunrice, dan panorama alam lainnya, tetiba menjadi tunanetra total pasca terkena penyakit atau kecelakaan. Itulah yang dialami oleh beliau, beruntunglah karena Allah karuniakan seorang suami yang mencintai apa adanya.
Dalam diskusi dengan penulis, lebih banyak suami beliau yang menjadi pembicara, diskusipun berlanjut dengan sebuah pertanyaan beliau tentang dimana dan bagaimana sejarah perjalanan panjang kaum disabilitas bil khusus disabilitas netra. Penulispun mulai menjelaskan sejarah pertuni yang bermula di solo pada tahun 1960han hingga hari ini. Beliau kemudian lebih lanjut menyampaikan bahwa sekarang telah ada beberapa kampus di bangun di bumi Tanadoang salah satunya adalah institute teknologi Muhammadiah. Beliau menginginkan, agar kampus tersebut juga dapat menerima mahasiswa dari kalangan tunanetra. Penulis pun menyambut baik wacana tersebut dan menjelaskan sejarah panjang perjalanan kaum tunanetra bersekolah dan berkuliah secara integrasi di sekolah umum dan universitas. Penulispun mulai bercerita, bagaimana kaum tunanetra diterima bersekolah di SMU muhammadiah tallo tepatnya di JL AR Hakim.
Kala itu, beberapa orang mengikuti training center (TC) taruna melati1(TM1) Ikatan pelajar Muhammadiah, saat mereka usai mengikuti even tersebut, para guru di SMU tersebut berinisiatif membuat gagasan untuk menerima tunanetra untuk bersekolah di sekolah mereka. Dan diterimalah 5 orang dari mereka yang telah menamatkan pendidikan di tingkat SMP di SLB YAPTI yang berlokasi di JL KPT.Tendean Jumpandang baru yang takjauh dari kompleks perguruan Muhammadiah Tallo. Sedangkan kampus yang membuka jalan bagi kaum tunanetra, adalah Universitas Muhammadiah, kemudian disusul oleh institute agama Islam negeri (IAIN).
Dari ilustrasi yang penulis jelaskan diatas kepada beliau penulispun menyampaikan bahwa insya allah kalau dibawah naungan unismu bolehlah kiranya bapak mencoba,  memperjuangkan hal ini, karena untuk tunanetra muslim yang membuka jalan adalah Universitas Muhammadiah, so insya Allah tidak ada masalah selama memenuhi syarat dan mampu mengikuti perkuliahan. Sehingga, kata penulis advokasi insya allah tidak akan rumit untuk dilakukan. Terlebih, para tokoh Muhammadiah, sudah banyak yang memiliki kedekatan emosional dengan kaum tunanetra sejak dahulu. Dua jam berlalu, ada banyak hal sebenarnya yang kami bahas, salah satunya adalah bagaimana perjuangan kaum disabilitas umumnya dan tunanetra khususnya? Penulis menjelaskan bahwa arah perjuangan rekan-rekan adalah mengawal kebijakan inklusif lewat jalur parlement, salah satu produk yang digagas adalah perda pemenuhan hak disabilitas kota Makassar, yang diperjuangkan selama bertahun-tahun oleh rekan-rekan,  difabel.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalankaki di pagi hari

Menjemput jodoh di tanah muna

Membangun paradigma nklusi