maraknya kajian tentang difabel dalam berbagai disiplin ilmu

Oleh:Sujono said

Sebuah kesyukuran bagi kami sebagai difabel, wabilkhusus difabel netra. Karena kami mulai mendapat tempat di hati khalayak. Namun, kami semua sadar bahwa semua ini adalah perjuangan dari para pendahulu kami di masalalu. Serta campur tangan tuhan, sehingga perjuangan mereka hari ini mulai memperoleh angin segar, memperoleh titik terang, dan berbuah manis. Walau masih amat jauh dari yang diharapkan.
Salah satu indikasinya yang akan penulis kupas semampu penulis adalah maraknya kajian terhadap issu-issu difabel yang dibahas dalam berbagai bentuk, mulai dari skripsi, tesis, desertasi, paper, dan produk ilmiah lainnya.
Dulu, jika kita melihat skripsi hingga desertasi yang membahas mengenai difabel, maka image yang muncul pastilah dari mahasiswa Pendidikan luarbiasa (PLB). Namun, seiring dengan tingginya awareness dari kalangan masyarakat hingga membuat mereka tertarik untuk mengkaji issu-issu ini sesuai dengan disiplin ilmu masing-masing.
Dari jurusan Psikologi, banyak yang meneliti perilaku kaum tunanetra, kondisi kejiwaan tunanetra yang mengalami kebutaan saat remaja atau dewasa, hingga bagaimana mereka meniti karier, serta hidup bermasyarakat. Sedangkan untuk dari mahasiswa ilmu keguruan yang terbagi atas beberapa bidang studi seperti Penjaskes rek missal, mereka lebih banyak membahas mengenai media pembelajaran yang adaptebel bagi disabilitas, wabilkhusus untuk tunanetra. Mereka mahasiswa pendidikan bahasa inggris missal, lebih banyak meneliti tentang seberapa besar minat mereka belajar bahasa Inggris, hingga teknik dan media pembelajaran yang  adaptebel bagi kaum disabilitas.
Sedang mereka yang mempelajari tentang ilmu social dan ilmu politik, mereka lebih banyak meneliti sejauh mana pemenuhan terhadap hak kaum difabel salah satunya adalah hak dalam berpolitik, dalam hal ini adalah hak untuk memilih dan dipilih.
Nah! Masih dari kalangan disiplin ilmu social dan ilmu politik, berhubung mereka lebih banyak membahas tentang kebijakan(police), mereka juga membahas mengenai bagaimana merumuskan kebijakan yang mengakomodir kaum difabel seperti aksesibilitas fasilitas umum dan fasilitas social(Fasum Fasos). Nah! Bagaimana dengan mereka yang menekuni disiplin ilmu teknik informatika, elektro, dan lainnya?.
Berhubung mereka dari latar belakang eksakta(scyentis), mereka lebih banyak membuat inofasi, salah sekian dari inofasi mereka adalah tongkat yang mendeteksi keberadaan benda yang harus dihindari dalam radius sekian kilometer, dan dispenser yang aksesibel bagi kaum tunanetra. Dari apa yang telah penulis bahas dari awal hingga akhir, penulis sangat berharap agar maraknya kajian terhadap issu-issu disabilitas tidak hanya sekadar penggugur kewajiban serta pemenuhan terhadap syarat untuk menjadi sarjana. Namun, harapan kami sebagai difabel, adalah apa yang mereka lakukan dapat menjadikan Negara ini lebih ramah bagi kaum difabel.
Sedangkan untuk penulis sebagai kaum difabel dan juga kaum difabel lainnya penulis berpesan agar tidak terlena dan berpuas diri, karena kehadiran mereka adalah momentum bagi kita untuk bersama melepaskan diri dari segala bentuk diskriminasi, stigmatisasi, dan marginalisasi. Karena, pemahaman mereka (masyarakat awam) yang dangkal akan jatidiri kita tetap harus diluruskan semampukita.
Karena, bagaimanapun kita juga adalah manusia yang juga punya kedudukan, dan hak yang sama untuk memberikan kontribusi besar bagi Negara ini, bukan sebagai bagian dari orang-orang terlantar yang oleh undang-undang wajib diurus Negara.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalankaki di pagi hari

Menjemput jodoh di tanah muna

Membangun paradigma nklusi