Mengajar bukan sekadar provesi tapi sudah menjadi hobi

Oleh:Sujono said


“Ais, mentara lassiriki nnya’ring na! kalamangea ngajara ais! Besok cepat bangun na karena saya mau diantar pergi mengajar” Itulah kali pertama penulis berkiprah sebagai seorang guru pasca 1 bulan wisuda dan selesai dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia timur. Tepatnya, pada 11 agustus 20014.
Genap 4 bulan penantian penulis pasca recovery dari duka nestapa sepeninggal wanita yang amat penulis cintai, lantaran ialah yang melahirkan, membesarkan hingga penulis menjadi seorang guru seperti sekarang ini.
Izinkan penulis bercerita ketika pertama kali penulis mengajar, kala itu penulis hanya pulang balik dari Mangga3 menuju TPA tamangapa dengan jarak tempuh 30 menit setiap pagi dengan tumpangan motor adik tercinta. Kadang-kadang, penulis juga sering naik Angkutan umum atau dikenal dengan istilah pete-pete, oleh kita orang Makassar.
Sedangkan honor mengajar, diambil dari dana yang dibayarkan oleh pemerintah lewat dana pendidikan gratis yang dibayarkan tiap smester(6bulan sekali). Tapi, bagi penulis itu tak jadi soal. Walaupun demikian, penulis selalu berpikir mengenai pendapatan tambahan. Terkadang, penulis berpikir bisnis apa yang cocok dengan penulis?. Banyak yang cocok, tapi harus punya modal besar.
Dan itu, hanya berdasar paradigma penulis yang benar adanya. Namun, semuaitu sangat penulis syukuri. Tahun pertama, bahkan Enam bulan pertama mengajar, penulis masih sering menerima suplai kiriman dari papa saat gajian.
Namun, setahun kemudian, oleh pihak yayasan memberikan kebijakan bahwa selain diambil dari dana gratis, harus juga ada insentif bulanan, waktu itu seingat penulis berkisar 300.000(Tiga ratus ribu) perbulan, dan potongan per ketidak hadiran 10.000(Sepuluh ribu rupiah). Per ketidak hadiran
Bagi penulis, itu sudah sangat alhamdulillah, was-syukurillah, walailaha illallah wallahu akbar. Waduh! Kayak orang baca tasbih lengkap saja. Tapi, itukan expresi akan kesyukuran terhadap kebesaran rabbul izzati yakan?. Iadeh, gitu aja kok repot slow sajalah bro and sist. Sejak itu, suplai uang jajanpun terputus.
OK! Kita tinggalkan cerita di luar kelas, dan kita masuk ke dalam kelas. Selama mengajar pertama, penulis selalu mengajar dengan menggunakan Labtop Toshiba yang sampai hari ini penulis gunakan. Dan selama penulis mengajar menggunakan Labtop, penulis hanya duduk di kursi guru sambil menggerak-gerakkan cursor dengan perintah keyboard. Hal itu, berlangsung kurang lebih selama 2 smester.
Hingga suatu ketika, lantaran aliran listrik di kelas tempat penulis mengajar terganggu lantaran kerusakan colokan panjang yang penulis sering gunakan untuk dikoneksikan ke Labtop penulis saat mengajar di kelas, sedangkan penulis sangat memerlukan aliran listrik untuk mempelajari kembali materi sebelum masuk ke kelas.
Lantaran hal tersebutlah, hingga akhirnya penulis terlambat masuk sekian menit pada jam berikutnya. Lantaran penulis harus menyalin kembali materi yang penting dari Labtop ke dalam tulisan Braille. Nah! Pelajaran penting bagi seorang guru, bahwa anda kelihatan seperti hapal materi yang akan anda ajarkan hingga tetek bengeknya, ketika anda membaca kembali buku ajar anda berikut reverensi pendukung seperti berita dari majalah, Koran, radio, TV, dan social media.
Tujuan dari semua itu adalah agar anda sebagai guru dapat menguasai materi yang anda akan ajarkan sehingga anda masuk kelas ambil spidol untuk pengguna wite board dan kapur tulis untuk pengguna bleck board setelah itu anda tuliskan dan jelaskan.
Atau, anda masuk kelas intip halaman salah satu buku yang dipegang oleh siswa anda jadi bukan siswanya yang diintip tapi halaman bukunya yang di intip sedikit, lalu anda ambil spidol atau kapur tulis, tuliskan judul materi anda lalu jelaskan, ajak mereka berdiskusi dan mengerjakan tugas entah lewat buku paket atau LKS.
Sejak tahun 2015, penulis sudah lebih leluasa, lantaran tahu cara mengconfert dokumen dari word ke TXT untuk dibaca dengan menggunakan HP Nokia 6120, Nokia 5320, dan Nokia E63 yang,  dilengkapi dengan tombol qwerty.
Maka dengan begitu, penulis tak lagi duduk di kursi guru dan terbelenggu oleh Labtop, tapi penulis lebih banyak berjalan di dalam kelas. Walau hanya punya seorang murit, serasa mengajar 45 hingga 50 orang kata bapak ibu rekan kerja yang sering memperhatikan penullis ketika mengajar dan menyampaikan materi.
Tatkala penulis berjalan-jalan sambil mengajar, semua ide yang ada dalam kepala penulis tercurahkan, seolah penulis sedang melakukan kegiatan menulis buku dan menjadikan siswa sebagai wadah untuk menyalurkan ide dan gagasan lewat tulisan.
Untuk materi yang sangat penulis kuasai walaupun sebagai manusia penulis juga banyak lupa lantaran banyak dosa, maka sesekali penulis mengintip bahan ajar untuk memastikan yang penulis sampaikan ke siswa benar adanya. Bahkan, ada salah satu siswa penulis sebut saja Badria mengatakan “Pak guru ini seorang S.H, tapi dia seperti guru bahasa Indonesia tulen”. Mengapa? Sebagaimana pada paragraft sebelumnya, penulis ingin sampaikan bahwa kata kuncinya yaitu penguasaan materi jelang pembelajaran.
Bahkan, penulis tak segan membuka google di hadapan siswa ketika penulis sangsi akan materi yang ingin penulis ajarkan. Dulu, penulis sebelum SLB memberlakukan kurikulum tematik untuk SD dan SMP, bahkan di sekolah regular pun demikian, penulis dulu mengajar Bahasa Indonesia, IPS terpadu, dan bahasa Inggris. Nah! Contoh, ketika penulis ingin menjelaskan pengertian atau definisi paragraph deduktif dan induktif, biar tidak ketukar maka penulis memastikan pengertian dari kedua termin itu tidak terbalik, sehingga penulis dapat menyampaikan kepada siswa.
Itulah yang membuat penulis membuka google di hadapan siswa dan di google, kita mencari website yang betul-betul menjadi rujukan kita sebagai seorang guru dalam mencari reverensi dan materi ajar yang akan digunakan.
Tapi, sempat juga ada siswa yang mengatakan bahwa apa yang pak Jono ajarkan itu adami di labtopku. Menanggapi hal demikian, penulis tidak ambil pusing. Lantaran itu adalah pernyataan dari orang-orang yang menurut penulis menyombongkan diri saja. Dalam kondisi itu, penulis merasa ditolong oleh Allah lantaran penulis punya siswa namanya Hendra dwi yang membantu penulis untuk mendonloatkan materi ajar dari internet. Sejak itulah, penulis merasa terdesak untuk menggunakan Anroit.
Selama penulis mengajar, alhamdulillah, penulis juga banyak memperoleh penerimaan yang baik dari para siswa, lantaran penulis tidak membawa standar pembelajaran yang digunakan di almamater penulis, lantaran kultur yang ada di SLB tempat mengajar penulis berbeda dengan kondisi di almamater penulis. Lantaran perbedaan tersebut adalah dampak dari histori keberadaan sekolah tersebut yang tak elok dijelaskan walau untuk pembaca terbatas, kecuali lewat person yang butuh penjelasan.
Saat penulis masuk mengajar di Yukartuni, al-hamdulillah, penulis memiliki kawan seangkatan banyak sekali. Artinya kawan yang bersamaan dengan penulis banyak sekali yang masuk mengajar. Dan itu, bagi yang tahu kondisi sekolah yang masih tergolong sekolah baru adalah usia keemasan dengan espektasi yang diharapkan cerah.
Namun, jelang 6bulan penulis mengajar, penulis merasakan sebuah dinamika yang sangat kencang, yang pelakunyapun tak etis lagi disebutkan lantaran sudah berpulang ke haribaan ilahi. Tapi, dampak dari dinamika yang kencang ini terasa jelang setahun penulis mengajar. Hal ini, ditandai dengan diantara beberapa seangkatan penulis ada yang pindah mengajar secara diam-diam, dan kegaduhan-kegaduhan lain.
Ketika penulis pertama kali mengajar, mengingat penulis lebih menguasai mata pelajaran Bahasa Indonesia, maka penulis meminta saat pertama mengajar yaitu Mapel Bahasa Indonesia. Namun, kepala sekolah juga merekomendasikan maple lain yaitu IPS, maka penulis pun juga mengajar IPS untuk jenjang SMPLB di tempat penulis mengajar. Sedangkan untuk SMULB, penulis diminta untuk mengajar sesuai dengan yang penulis kuasai dan penulis memilih matapelajaran Sosiologi,  dan Kewarganegaraan.
Tahun ajaran baru 2015, secara kebetulan Firman yang juga merupakan rekan kerja penulis memperoleh rizki dari Allah, maka penulis berdasar putusan rapat dewan guru ditetapkan dan dipercayakan mengampuh maple bahasa Indonesia dan bahasa Inggris untuk jenjang SMP dan SMU LB.
Hal itu terjadi hingga 2017, namun sejak ajaran baru 2017, secara kebetulan kurikulum 13 akan diterapkan di sekolah penulis, maka penulis harus menjadi guru kelas. Dengan penugasan ini, penulis sangat bersyukur lantaran penulis lebih banyak belajar. Namun, penulis tetap mendapatkan tugas tambahan yaitu mengajar maple Bahasa Inggris untuk kelas SMPLB dan SMULB berdasar koordinasi tiap wali kelas.
Pertama menjadi guru kelas, penulis mengampu kelas3 tunanetra jenjang SDLB. Akhirnya , sejak 2018, penulis mulai dipercaya untuk menjadi wali kelas9 atau kelas 3 SMP hingga ajaran baru tahun 2019.
Walau penulis menjadi guru kelas, penulis tetap mengajarkan semua bidang studi kecuali agama, dan Bahasa Inggris, lantaran alhamdulillah karena waktu itu kita telah kedatangan guru Bahasa Inggris. Tahun 2019, penulis diamanahi kembali ke kelas awal dan menangani anak dengan hambatan majemuk melalui rapat dewan guru.
Nah! Setiap perjalanan hidup punya suka dan duka, pada tahun 2017, penulis mendapatkan undangan klarifikasi terkait SMS gelap yang dialamatkan kepada ketua yayasan tempat penulis bekerja. SMS tersebut, berisi tuduhan bahwa penulis sering memukul siswa pada saat penulis melaksanakan proses belajar mengajar. Di hadapan ketua yayasan, penulis membantah hal tersebut dan meluruskan yang sebenarnya bahwa penulis tak pernah memukul siswa melainkan hanya memukul meja.
Merespon hal tersebut, ketua yayasan sempat menyampaikan pada penulis agar melakukan klarifikasi kepada sang pengirim tuduhan, tapi penulis mengatakan bahwa itu tidak penting. Bagi penulis, karena ketua yayasan sebagai pimpinan tertinggi yang juga bertindak sebagai pejabat Pembina kepegawaian di lingkup yayasan, maka penulis cukup menyampaikan klarifikasi kepada ketua yayasan sesuai dengan domainnya.
Hal lain, sebagaimana siswa yang dengan hambatan majemuk yaitu Sannai yang lebih akrab dipanggil Ampung. Ia adalah anak tunanetra plus hambatan intelektual dengan skala ringan. Penulis terinspirasi dari kawan penulis waktu bersekolah di Yapti dulu namanya Etri merdiani. Lantaran Sannai ini punya kemampuan menghafal lagu, dan selalu rajin shalat5 waktu dan mampu menghafal surah dalam al-quran.
Suatu waktu, penulis mengajarkan yang bersangkutan menyampaikan cerama dengan metode memori from manuscript atau dengan cara menghafal. Mendengar penulis mengajar yang bersangkutan menyampaikan ceramah, rekan-rekan guru yang lain ada yang mendukung tapi juga ada yang menertawakan.
Tapi, Allah maha kasih. Tahun 2015, tepatnya pada 4 nofember, Yayasan memulai peletakan batu pertama pembangunan masjid Ibnu ummi maktum, dan masjid tersebut mulai digunakan untuk beribadah pada tahun 2016, tepatnya pada 8 ramadhan kala itu. Salah satu yang terlibat sebagai muezzin dan penceramah kultum adalah Sannai, siswa yang tergolong dalam kategori MDVI(Multiple disability and visual environment) alias tuna ganda. Selain menjadi marbut(pengurus masjid), ia juga dilibatkan untuk menjadi pembaca doa setiap yayasan menerima kunjungan dari donatur.
Belum lagi, ketika penulis dengan sukarela mengajar siswa MDVI sebagaimana penulis jelaskan diatas, penulis sering mendapat tanggapan yang bernada miring yang bunyinya begini”pak jon itu sarjana, tapi kenapa juga mau ajar itu orang bodo-bodo seperti ampung” tapi Allah maha kasih.
Ternyata, Allah punya rencana tanpa penulis sadari dan penulis menangkap isyarat itu beberapa tahun kemudian yang tentu akan penulis urai lebih lengkap dan mendalam dalam tulisan yang berbeda.
Namun, satu hal yang pasti sebuah usaha tak akan mengkhianati hasil. Nah! Kita tinggalkan cerita siswa penulis yang memiliki hambatan majemuk ini. Di luar jam sekolah, penulis banyak berdiskusi dengan,  siswa terkait akan jadi apa dan apakah mimpi mereka. Salah satunya adalah badria, penulis waktu itu mendapati beliau sudah naik kelas3. Dan saat penulis mengajar, ia setahun lagi akan melaksanakan ujian. Sejak itulah paradigma inklusi penulis tanamkan pada diri yang bersangkutan.
Hingga akhirnya, yang bersangkutan melanjutkan pendidikan strata1 di Universitas Muslim Indonesia, dan saat tulisan ini disusun dengan perkenan ilahirabbbi Allah subhanahuwata’ala yang bersangkutan pun telah meraih gelar sarjananya.
Itulah capaian dan tantangan yang dapat penulis bagikan terkait perjalanan dalam menjalankan provesi sebagai pendidik. Itulah bukti bahwa penulis dalam menjalankan tugas bukan semata menjalankan provesi melainkan juga sudah menjadi hobi.
Segala yang penulis peroleh, tak lain dan takbukan hanyalah karunia dari Allah semata serta doa dari keluarga dan mereka yang merasakan apa yang telah penulis lakukan. Apa yang penulis peroleh, pun tak akan membuat penulis berpuas diri. Namun, penulis akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengajar dengan penuh cinta, mengajar dengan penuh tanggung jawab, dan mengajar dengan keikhlasan. Lantaran bagi penulis, mengajar adalah pashen dari penulis.
Penulis sangat berterimakasih kepada mereka yang senantiasa mendukung setiap langkah penulis kiranya tuhan senantiasa memberikan kepada mereka kesehatan, kesejahteraan, serta rezeki yang berlimpah kepada siapapun itu. Karena tanpa mereka penulis bukan apa-apa dan juga bukanlah siapa-siapa.
Penulis juga sangat berterimakasih kepada kedua orang tua penulis terutama kepada Mama, semoga Allah senantiasa melapangkan dan menerangi kubur beliau. Dan apa yang menjadi perkataan beliau benarlah adanya. Ketika penulis rela berpisah dengan beliau walau penulis masih butuh kehangatan beliau, tentu inilah bayaran mahal yang penulis terima. Kini, walau penulis tak seperti mereka kawan sepermainan di masa lalu, setidaknya penulis tidak menyesal seumur hidup,  penulis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalankaki di pagi hari

Menjemput jodoh di tanah muna

Membangun paradigma nklusi