Peran guru dalam melindungi anak berkebutuhan khusus dari bahaya perundungan, sikap ntoleran, dan radikalisme

Oleh:Sujono said 


Kurang lebih 10 tahun terakhir ini, kita sering menonton, mendengar, atau membaca dari media cetak, elektronik, dan media social perlakuan yang tidak semestinya diterima oleh anak-anak kita. Dan mereka, yang menjadi pelaku dari 3 isyu tersebut adalah orang terdekat untuk kekerasan seksual. Sedangkan penanaman sikap intoleran, terjadi lantaran era keterbukaan informasi yang semakin mudah untuk diakses seperti dari chenel youtube, social media, dan blogg. sedangkan perundungan atau buliying lebih sering dilakukan oleh teman sebaya atau teman yang usianya diatas dari yang bersangkutan. Lalu! Apakah anak berkebutuhan khusus juga terdampak akan ke3(Tiga) isyu ini?. Ya! Mereka sudah pasti sangat terdampak.
Mengapa demikian? Lantaran mereka bilkhusus yang mengalami hambatan tertentu seperti hambatan penglihatan, hambatan pendengaran dan komunikasi, dan hambatan intelektual termasuk kelompok yang rentan terhadap perundungan, perlakuan intoleran, lebih-lebih lagi kekerasan seksual.
Jika perlindungan terhadap anak sebagaimana umumnya saja harus diberikan, sudah barang tentu perlindungan terhadap anak-anak istimewa ini membutuhkan proteksi yang sama , lantaran kedudukan mereka sebagaimana elemen bangsa yang lain memiliki kesamaan kedudukan dimata regulasi (equality befor the law). Sebagaimana judul diatas, penulis hanya akan membahas peran guru dalam memberikan perlindungan terhadap anak dari ke3(Tiga) bahaya tersebut. Mengawali bahasan ini, izinkan penulis untuk mengantar pembaca dengan perbedaan mengajar dan mendidik, yang sudah barang tentu tugas kita sebagai seorang guru bukan hanya mengajar, tapi juga mendidik.
Mengajar, hanya terbatas pada proses penyampaian ilmu pengetahuan, sedangkan mendidik adalah bagaimana menanamkan nilai dalam diri peserta didik. Jadi, untuk memberikan perlindungan kepada anak didik, tak cukup dengan mengajarkan ilmu pengetahuan semata harus juga dilengkapi dengan penanaman nilai sebagaimana yang terdapat pada 4norma yang berlaku di masyarakat.
Anak, lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah sejak usia7 tahun, maka guru sebagai pengganti orang tua juga harus berlaku selayaknya ayah dan ibu mereka di rumah. Terlebih, kita sebagai guru yang mengajar di sekolah luarbiasa yang tuhan kasi pengetahuan lebih lantaran anak yang kita didik adalah anak yang dengan keunikannya sendiri. Untuk itu, mari kita membedah satu persatu kasus ini.
Untuk menghindarkan siswa berkebutuhan khusus dari perundungan, maka guru harus menanamkan kedalam diri yang bersangkutan agar lebih menerima ketentuan tuhan yang telah ditetapkan atasnya. Kita tahu bersama bahwa tidak ada anak yang ingin terlahir dengan hambatan, semua anak tentu ingin dilahirkan secara sempurna.
Tapi, tuhan menciptakan manusia dengan keberagaman termasuk dengan kekhususannya tentu tuhan punya maksud untuk hal ini. Doktrin yang seperti inilah yang harus ditanamkan dalam diri mereka, lantaran salah satu karakteristik anak berkebutuhan khusus adalah gampang tersinggung. Maka, peran guru wabil-khusus guru sekolah luarbiasa harus memiliki kemampuan mengelola kecerdasan emosi dan kecerdasan spiritual yang tidak hanya berguna untuk dirinya, tapi juga berguna untuk siswa yang ditanganinya. Yang menjadi pertanyaan kemudian, mengapa mereka gampang tersinggung? Faktor pemicu yang membuat mereka gampang tersinggung, lantaran kurangnya penerimaan mereka akan jati diri mereka sendiri sebagai anak dengan kekhususan yang mereka miliki. Lantaran kondisi yang mereka alami yang membuat mereka berpikir tak berguna di mata orang lain, tak mampu berbuat untuk dirimereka sendiri dan orang lain, hingga akhirnya mereka putus asa dan tak bersemangat dalam menjalani hidup. Di sinilah, peran guru SLB selain mengajarkan pengetahuan di sekolah tentu mendidik mereka dengan menanamkan nilai-nilai agama, motifasi, hingga kepercayaan diri. Sehingga, dengan begitu mereka lebih mampu bersikap yang tepat sebagai respon atas perundungan yang mereka terima.
Itulah,  pentingnya mereka diajarkan program kekhususan yang menunjang mereka missal keterampilan melakukan orientasi mobilitas dan social komunikasi untuk siswa dengan hambatan penglihatan, pun juga Bina persepsi komunikasi dan bunyi untuk anak dengan hambatan pendengaran dan komunikasi, bina diri atau activity dayly living untuk anak dengan hambatan intelektual, serta latihan penggunaan alat Bantu tongkat, protese, dan kursiroda bagi anak  dengan hambatan gerak.
Lalu bagaimana menghindarkan anak berkebutuhan khusus dari tindakan intoleran? Sikap intoleran, tidak melulu menyangkut perbedaan keyakinan, tapi juga melainkan perbedaan fisik, serta alur berpikir yang membuat seseorang melakukan tindakan intoleran dan anak-anak kita yang dengan kekhususannya masing-masing juga sering menjadi korban tindakan intoleran.
Nah! Di sinilah peran guru untuk mennanamkan nilai-nilai agama, budi pekerti, dan nilai-nilai kearifan local yang berlaku di setiap daerah tempat tinggal masing-masing. Dalam pelajaran kewarga negaraan, serta pendidikan agama dan budi pekerti anak kita diajarkan mengenai perbedaan sebagai kodrat dari tuhan, agar kita saling mengenal dalam artian saling memahami satu sama lain.
Nah! Bagaimana menghindarkan anak dari kekerasan dalam hal ini adalah kekerasan seksual? Na! Di sinilah pentingnya anak diajarkan mengenal anggota tubuh. Ketika mereka masih duduk di kelas awal, mereka secara perlahan diajarkan mengenai anggota tubuh mereka. Seiring perkembangan usia, maka merekapun diajarkan mengenai organ reproduksi berikut cara mereka mementen (menjaga) organ reproduksi masing-masing. Selain itu, mereka juga diajarkan mana yang boleh dijangkau oleh lawan jenis misalkan dan mana yang tak boleh dijangkau oleh lawan jenis.
Setelah siswa dalam hal ini anak berkebutuhan khusus diajarkan mengenai mengenal anggota tubuh berikut organ reproduksi dan cara menjaganya, maka guru tentu harus melaksanakan perannya mengajarkan tindakan difensif(pembelaan diri) atau penyelamatan diri ketika anak mendapat pelecehan misalkan anak dipegang organ tubuh tertentunya oleh lawan jenis. Jadi, guru harus menyampaikan kepada anak jika organ tertentunya dipegang atau sang anak memperoleh pelecehan secara ferbal misalnya maka harus diberitahukan cara menghindar. Lalu, jika itu telah dilakukan ajarkan pada mereka untuk berani mengadu kepada guru jika yang bersangkutan memperoleh perlakuan demikian. Maka dengan begitu, anak akan aman berada di sekolah.
Sebagaimana telah penulis sampaikan pada beberapa paragraph terdahulu, bahwa guru adalah pengganti orang tua bagi anak di sekolah, maka kita sebagai guru harus memberikan dampingan kepada anak dalam mengakses informasi. Dengan tujuan, agar anak mampu memilah mana informasi yang falid dan mana informasi yang tidak falid. Sehingga, mereka tidak gampang tergelincir pada tindakan yang tidak semestinya.
Nah! Bagaimana agar anak berkebutuhan khusus menjadi peribadi yang dapat diandalkan, mandiri dan mampu memupuk rasa percaya diri, serta menjadi manusia produktif? Kita, sebagai guru harus membangun kelekatan dengan anak didik kita.
Dalam teori kelekatan, kelekatan itu sendiri terbagi atas 2(Dua) macam, yaitu kelekatan aman dan kelekatan tidak aman. Kelekatan aman adalah bagaimana anak merasa aman dan nyaman bersama dengan kita sebagai guru. Sedangkan kelekatan tidak aman, adalah ketika anak merasa tidak nyaman dengan kita sebagai guru.
Ketika kita sebagai seorang guru membangun kelekatan yang aman dengan anak didik kita, insya allah kita dapat mentransfer pengetahuan dan menanamkan falue(nilai) dengan efektif. Sehingga dengan begitu, anak mampu menjadi sosok yang diperhitungkan di keluarganya dan masyarakat luas. Dengan begitu, anak akan menerima ketetapan tuhan yang telah ditetapkan untuknya, dan dengan begitu pula mereka dengan kekhususannya masing-masing anak akan mampu memupuk rasa percaya diri yang tinggi.
Guru, hanyalah sebuah predikat yang disematkan kepada kita sebagai manusia yang secara kodrati syarat,  akan keterbatasan. Maka dari itu, sebagai guru perlumelakukan kerjasama yang baik dengan orang tua siswa. Bagi kita semua, kolaborasi antar guru dan wali murit sudah bukan lagi hal yang baru.
Kerja sama ini, bertujuan untuk mengkomunikasikan hal-hal yang perlu mereka ketahui dari kita. Misalkan, bagaimana kita menguatkan mereka sebagai orangtua yang allah titipkan kepada mereka anak yang terlahir dengan keistimewaannya masing-masing.
Kedua, sampaikan pada mereka sebagai orang tua agar tak usah ofer protektif(memberikan perlindungan berlebih) lantaran terlalu sayang, karena anak berkebutuhan khusus pun juga anak lainnya tidak akan menjadi anak yang mandiri jika kita berlaku ofer protektif kepada mereka. Sebagaimana pengalaman penulis sebagai seorang dengan hambatan penglihatan yang terlalu sering memperoleh perlakuan yang ofer protektif dari orang tua semasa kecil, sehingga penulis kurang kreatif dan juga kurang inisiatif akhirnya menjadi anak yang manja. Inilah yang dapat penulis bagikan, semoga kita semua dapat mengambil praktik baik dari paparan penulis. Sebuah kesyukuran bagi penulis, lantaran penulis diberikan kesempatan untuk share mengenai bagaimana ikhtiar yang tepat sebagai guru sekolah luar biasa menangani anak berkebutuhan khusus agar mereka juga mampu sebagaimana anak,  lain.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalankaki di pagi hari

Menjemput jodoh di tanah muna

Membangun paradigma nklusi