Belajar menangis

Oleh:Sujono said


Tulisan ini, penulis dedikasikan untuk para pembaca bil khusus kaum muslimin dan muslimat, mukminin dan mukminat, tapi hanya untuk al-ahya lantaran wal amwat sudah tak mungkin baca hehehehe? lucuya? Lucuya? Lucuya? Enggak tu. Mengapa? Lantaran kaum muslimin muslimat, mukminin dan mukminat yang masih ber predikat al-ahya alias yang masih hidup ini baru saja melewati peristiwa penting, apatu? Mau tau? Ya udah! Peristiwa tersebut adalah peristiwa diperjalankannya rasulullah Muhammad Sallallahu alaihi wasallam dari masjidil haram hingga ke hadapan Allah rabbul izzati untuk menerima perintah shalat 5kali sehari semalam, dan juga akan menjalani peristiwa berikutnya yaitu menjalani puasa ramadhan yang tak lama lagi akan kita jalani insya allah, semoga kita semua dimudahkan untuk menjalani ibadah puasa.
Lalu? Apakah tulisan ini hanya untuk kaum muslimin dan muslimat serta mukminin dan mukminat saja? Tidak, apapun agamanya selama mereka juga adalah orang-orang yang hanya menyandarkan atau menisbatkan hidupnya pada tuhan semata dan melalui proses ikhtiar sebagai manusia tulisan inipun penulis persembahkan buat mereka dong. Toh, tulisan ini untuk para hamba tuhan apapun keyakinan mereka.
Emang adaya belajar nangis? Bukankah kalau orang mendapatkan perlakuan yang bukan lagi tidak menyenangkan tapi sangat tidak menyenangkan kita sudah nangis sejadi-jadinya? Ya! Itu betul dan tidak salah. Tapi, begini para pembaca yang budiman, kita sebagai manusia tidak cukup memiliki kecerdasan intelegence, tapi kita juga harus cerdas dalam hal olah rasa sehingga kita butuh kecerdasan yang namanya kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Duh gusti kecerdasan macam apalagi iniiiiii?. Kecerdasan emosional adalah kemampuan kita menyikapi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan kita. Jadi, ketika ada kita punya keinginan bahkan harapan tapi kurang bahkan tidak terlaksana, ketimbang kita marah-marah dengan melampiaskannya dengan cara-cara yang justeru merugikan diri berikut orang lain, maka kita belajar untuk menyikapi hal yang kurang baik itu dengan meredam amarah kita dengan berpikir plus dan minus dari tindakan kita. Walaupun, penulis sadar bahwa itu tak semudah yang kau bayangkan.
Sedangkan kecerdasan spiritual, adalah kecerdasan yang kita perlukan, dan ini amat penting buat kita bestie. Mengapa? Karena kita tahu bersama bahwa scenario tuhan tentu lebih indah dari scenario Ferdi sambo waduh ferdi sambo emang dia sutradara? Ia mungkin. Tapi, sudahlah wes cukup yo.
OK langsung saja ya, jadi begini penulis belajar nangis sejak 11-18 februari 2004 lewat pelatihan dasar kepemimpinan salah satu organisasi remaja masjid di tempat domisili penulis waktu di calivornia eh di Yapti maksudnya duh gustiiii keseleo lagini lidah. Dalam pelatihan tersebut, selain kita belajar tentang kepemimpinan, keorganisasian, kita juga belajar mengenai kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual. Karena, begini. Seorang pemimpin itu punya visi yang diwujudkan lewat sebuah missi. Nah! Dalam perjalanannya, mereka dihadapkan pada onak dan duri betul?.
Nah! Itulah pentingnya kita belajar mengenai emosional intelegence yaitu bagaimana mengelola emosi kita agar lebih terkontrol dalam mengambil keputusan, menentukan sikap, serta menentukan langkah. Dalam emotional intelegence ini, ada juga ilmu tentang interpersonal relationship yang mana kita sebagai seorang pemimpin atau leder mampu melakukan koordinasi dengan tim kita.
Sedangkan kecerdasan spiritual adalah bagaimana kita menjadi arif dalam bertindak, memutuskan, dan menentukan sikap dengan senantiasa mendengarkan petunjuk ilahiah lewat doa, shalat, hening, dan banyak-banyak melakukan kontemplasi agar tidak rapuh ketika apa yang menjadi visi kita tidak terwujud sebagaimana mestinya.
Akhirnya, kesempatan belajar nangis itu penulis dapatkan dalam sebuah sesi yang diberi nama self introspection atau dalam bahasa agama yang penulis anut adalah muhasabah diri. Pada sesi ini, adalah sesi dimana para peserta,  dipandu untuk bernostalgia mengenang masa-masa kelam mereka termasuk penulis dan bulir-bulir bening itupun jatuh dari naungannya. Pasca training, penulis lebih banyak belajar dari ceramah subuh yang disampaikan oleh KH Abdullah gimnastiar (aagim) lewat ceramah menejmen qalbu yang dirilai dari radio MQ dan disiarkan langsung dari ponpes darut-tauhid bandung jawabarat.
Ada banyak hal, yang membuat penulis terenyu ketika beliau selalu mengucapkan doa berikut “duhai allah yang maha menatap, engkau maha tahu apa yang ada dalam hati-hati kami”. Namun, pada tahun 2006 dan7, penulis mulai memperoleh teguran dari Allah.
Lantaran penulis telah menjatuhkan bulir-bulir airmata ibu penulis. Hingga akhirnya, ujianpun tiba disitulah penulis mulai mencoba mempraktikkan apa yang penulis peroleh tentang emosional dan spiritual skil. Sejak saat itu, penulis lebih banyak belajar menata hati, piker dan lebih banyak berusaha mendekatkan diri dengan tuhan yang maha kuasa. Dan al-hamdulillah, dengan izin Allah lewat dampingan teman-teman di Yapti, maka penulis mampu melalui ujian tersebut dengan sempurna dan melewati babak baru.
Sejak itu, penulis lebih mempertajam lagi kemampuan penulis dalam hal emosional dan spiritual skil dengan memperbanyak membaca tulisan-tulisan yang menurut penulis sangat inspiratif dan terdapat pada salah satu situs favorit penulis yaitu eramuslim.com. Sejak itu, penulis banyak belajar mengenai kondisi dimana terkadang kita melihat potret orang-orang yang hidupnya tak seberuntung kita. Walaupun, kadang kitapun merasa belum sebagus taraf hidup kawan kita yang sedikit lebih diatas. Namun, dari sana penulis belajar banyak tentang pentingnya bersyukur.
Sebagaimana janji Allah dalam potongan surah ibrahim ayat7 yang berbunyi “barang siapa yang mensyukuri nikmatku akan kutambahkan nikmat atas mereka, dan barang siapa yang ingkar akan nikmatku, baginya azab yang amat pedih”.
Selain belajar mengenai emotion dan spiritual question, penulis mempelajari salah satu cabang dari kedua ilmu tersebut yang dikenal dengan program bahasa syaraf (NLP neuro linguistic programming). Yangmana, dalam ilmu ini mengajarkan kita sebagai tuannya pikiran untuk mengolah pikiran kita agar kita tidak rapuh dalam menjalani hidup dan lebih menghargai anugerah berlimpah yang telah tuhan kasi ke kita. NLP, adalah ilmu metamodel yang mana kita diajar untuk menset pikiran kita untuk senantiasa memikirkan yang baik-baik. Sebagaimana firman Allah yang berbunyi katakanlah ya Muhammad, ketika ada hambaku yang bertanya bahwa sesungguhnya aku dekat dengan mereka. Sejak penulis memiliki beragam pengalaman pahit, penulis makin banyak belajar, apa yang penulis pelajari? Yang penulis pelajari adalah ilmu agama dan ilmu-ilmu lain serta lebih banyak membaca buku-buku motifasi.
Dengan begitu, penulis lebih banyak mendekatkan diri dengan tuhan dan belajar untuk bersikap ramah terhadap kehidupan yang terkadang tidak ramah terhadap kita. Namun, bagi penulis, semua itu adalah seni bagi kita agar hidup lebih berwarna dan kita lebih arif pada diri, orang dan lingkungan sekitar, serta masih banyak lagi yang lainnya.
Pada tahun 2013, penulis akhirnya kehilangan ibu yang amat penulis cintai karena ia telah kembali kepada dzat yang maha pencipta, saat itulah cobaan kembali menimpa penulis. Namun, dengan pengetahuan agama yang penulis miliki akhirnya penulis ridha, ikhlas, dan mampu move on untuk menata kehidupan yang baru. Bahkan, sejak itu penulis semakin sadar bahwa Allah sangat saying sama penulis.
Setelah penulis berkarier sebagai guru, semakin banyak cobaan bertubi-tubi, bertensis-tensis, berg rammer-grammer dan berstracter-stracter cobaan yang penulis terima. Untuk menguatkan penulis, lantaran al-hamdulillah, akses penulis terhadap novel dan buku-buku lain sudah terbuka, maka penulis sudah mulai banyak membaca novel yang relate dengan suasana hati yang penulis alami kala itu. Adapun novel yang penulis sering baca adalah novel dari terelie seperti Moga Bunda disayang,  Allah, hafalan shalat delisa, dan serial anak mamak.
Novel lain yang penulis baca adalah novel dari asma nadia seperti Jangan bercerai bunda, rembulan di wajah ibu, dan banyak lagi yang lainnya. Selain membaca novel, penulis juga banyak membaca biografi para tokoh termasuk biografi pak habibi, biografi Andi F.noya, Meririana, dan biografi dari KH Hasyim azhari dan KH ahmad dahlan.
Apa yang penulis pelajari dari mereka? Yang penulis pelajari dari mereka adalah bagaimana mereka berikhtiar untuk melalui masa-masa sulit dan bagaimana mereka berada dalam genggaman tuhan. Pun juga, yang penulis alami dalam berbagai peristiwa, bahkan ada banyak peristiwa yang membuat penulis nyaris salah langkah tapi tuhan menurunkan guidance lewat peristiwa, atau lewat tindakan orang-orang terkasih dan terdekat penulis yang senantiasa membersamai penulis.
Sejak ketiadaan mama, ditambah lagi dengan kehidupan pahit dan manis yang telah Allah kasi kepada penulis, akhirnya penulis lebih sering menangis, lantaran penulis sering dihadapkan pada realita yang selamaini penulis hanya baca dan dengar. Dan dengan begitu, penulis semakin banyak belajar memaknai hidup dan semakin sadar bahwa kehidupan manusia ada yang mengatur, sedang kita hanya berikhtiar.
Selain itu, sebagai seorang muslim yang masih berusaha taat, penulis lebih sering memanfaatkan waktu-waktu yang mustajab untuk berdoa di sela-sela ikhtiar sebagai manusia, dan al-hamdulillah tidak sedikit doa penulis yang Allah kabulkan lewat caranya. Hal inilah, yang membuat penulis merasa patut bersyukur pada,  Allah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalankaki di pagi hari

Menjemput jodoh di tanah muna

Membangun paradigma nklusi