Jalankaki di pagi hari

Oleh:Sujono said


Awal mula penulis tinggal di luar area sekolah, selama sepekan pertama penulis ke sekolah menggunakan transportasi online maksim. Hal ini, bertujuan untuk melakukan orientasi dan mobilitas mengenai rute yang dilalui ke sekolah.
Memang, sekolah dalam hal ini yayaasan tempat penulis mengajar menyediakan fasilitas antar jemput tapi rutenya telah ditetapkan. Akhirnya, sepekan berlalu penulis mulai menggunakan fasilitas antar jemput tersebut.
Jadi, untuk menuju tempat menunggu mobil jemputan, penulis berjalan kaki dengan waktu tempuh 7-8 menit, sesampai di tempat menunggu penulis duduk tidak terlalu lama. Tiap pagi, senin hingga jumat dengan menggunakan seragam keki atau hitam putih dengan menjinjing tas dipundak yang berisi seperangkat bahan ajar dibayar mahal dengan tetesan airmata, tenaga serta puluhan hingga ratasan ribu biaya print dan tongkat putih di tangan menemani penulis berjalan kaki setiap pagi.
Setiap kali penulis berjalan kaki tiap pagi, penulis sangat menikmati perjalanan tersebut, terkadang imajinasi penulis saat berjalan pun liar kemana-mana. Dalam perjalanan, secara kebetulan rumah kontrakan penulis berdekatan dengan SD dan SMP.
Sehingga, setiap hari senin penulis mendengar sayup-sayup lagu Indonesia raya, undang-undang dasar, atau amanat dari Pembina upacara entah oleh kepala sekolah atau guru yang bertugas menjadi Pembina upacara. Pun juga di hari lain, penulis juga sering mendengar penyampaian dari guru yang memimpin apel pagi melalui pengeras suara. Terlebih, pengeras suara yang digunakan adalah sound system elektone kayaknya. Terkadang, ketika penulis lewat di SD, baru menyiapkan barisan, eh pas sampai di SMP, sudah sementara berlangsung kegiatan apel pagi Pun juga, ketika hari senin pas lewat di SD, baru mengheningkan cipta. Pas sampai di SMP, komandan upacara telah mengistirahatkan barisan pertanda siap mengikuti amanat Pembina upacara. Selain itu, ketika penulis berjalan, ada yang sekadar menyapa, dan ada yang langsung membonceng penulis hingga ke tempat penulis menunggu mobil jemputan. Jelasnya, apa yang penulis rasakan selama berjalan kaki banyak faidahUtamanya di pagi hari.
Selain ke sekolah, penulis juga pulang di siang hari dengan berjalan kaki. Walau panas terik, tapi penulis amat menikmati perjalanan pergi maupun pulang. Alhamdulillah, keinginan penulis untuk berjalankaki sebenarnya adalah impian penulis ketika masih mengajar di Makassar 5 atau 6tahun lalu yang terwujud di sini.
Sebuah kesyukuran bagi penulis, lantaran kontrakan yang penulis tinggali bersama istri amat dekat dengan sekolah tempat mengajar penulis. Mengapa? Karena hal itu dapat mengurangi biaya transportasi penulis yang boleh dialihkan untuk keperluan lain. Tetapi, terkadang penulis sesekali menggunakan transportasi online dengan tariff termurah di dunia yaitu maksim, hanya dengan membayar 10.000han, sudah sampai di tempat mengajar penulis. Walau setelah dihitung, masih tergolong mahallah.
Walau demikian, penulis amat bersyukur. Lantaran berjalan kaki adalah kebiasaan penulis sejak SD di SLB Bulukkumba, kemudian ketika SMU di SMU Datukribandang, dan ketika kuliah di Universitas Indonesia timur.
Bagi penulis, berjalan kaki selain menyehatkan, penulis juga banyak berkenalan dan dikenal oleh masyarakat tempat tinggal penulis. Bahkan, ketika penulis pulang dari mengajar, ada yang menyapa dengan ucapan begini “Assalamualaikum pak guru”.
Penulis bahkan bingung sendiri, dari mana mereka tahu penulis kalau penulis adalah seorang guru, tapi bagi penulis itu tidak penting.
Yang terpenting adalah, ketika penulis boleh menikmati hidup dengan melaksanakan kebiasaan penulis. Bagi penulis, terwujudnya apa yang menjadi keinginan yang juga menjadi kerinduan yang mendalam bagi penulis, tidak lepas dari campurtangan Allah ta’ala. Dengan berjalan kaki, penulis tidak ingin menjual ketunanetraan yang dialaminya. Lantaran itu, bukan barang jualan taapi bagian dari hargadiri dan anugerah tuhan yang harus disyukuri. Terbukti,  dalam beberapa kesempatan, penulis beberapa kali terlambat. Resikonya, penulis tidak dijemput oleh mobil sekolah, akhirnya karena baru pertama kali penulis terlambat, maka penulis pulang ke rumah minta uang maksim ke isteri. Kali kedua, penulis memilih melanjutkan perjalanan. Walaupun, penulis tahu bahwa jarak tempuh antara tempat menunggu mobil ke sekolah sekitar 3 kilo meter. Tapi,penulis tetap memilih melanjutkan perjalaanan. Itu berarti, bagi penulis tidak ada alas an untuk tidak masuk mengajar, lantaran akses ke sekolah lewt rumah keluarga adalah sebuah anugerah tuhan yang patut di,  syukuri.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjemput jodoh di tanah muna

Membangun paradigma nklusi