Dari Andonohu, Anggoya, hingga Lorong jambu

Oleh:Sujono said


Tulisan ini, mengingatkan penulis akan sebuah kondisi yang mana hari ini tuhan tetapkan sesuatu yang baik. Penulis, pertama kali menginjakkan kaki ke Kendari Sulawesi tenggara pada tahun 1995, kala itu penulis masih kecil dan belum tahu makan sendiri. Di Andonohulah penulis menginap selama beberapa hari kala itu, tepat di rumah Om yang merupakan saudara kandung dari almarhum mama.
Ketika penulis pertama kali ke Kendari kala itu, penulis tidak bersama mama dan papa. Melainkan bersama dato’ atau nenek yang merupakan al-marhum mama dari papa. Dato’ adalah julukan untuk kakek atau nenek. Sehingga ketika penulis stay di rumah Om jaman sekarang Om Aji lantaran gelar haji telah diperoleh kurang lebih sekian belas tahun yang lalu, penulis disuap oleh nenek yang merupakan mertua beliau dan sekarang beliau juga al-hamdulillah masih sehat hingga hari ini.
Sedangkan kali ke2, penulis ke Kendari pada tahun 1997 sebelum penulis memulai kehidupan baru sebagai siswa SLBN1 Bulukkumba. Kala itu, penulis berangkat bersama mama dan papa. Sedangkan kali ke3, adalah pada tahun 2017, kala itu penulis baru pertama kali naik pesawat terbang. Kali ke2 dan ke3, memiliki jarak interfal yang cukup jauh karena jaraknya adalah kurang lebih 20 tahun barulah penulis kembali menginjakkan kaki kembali ke kota Kendari.
Ketika penulis kembali menginjakkan kaki ke kota Kendari, kala itu sedang dalam bulan suci Ramadan, dan di Kendarilah penulis melaksanakan hari raya idulfitri tepatnya di rumah Om aji yang kadang-kadang penulis juluki sebagai bang haji, kayak raja dangdut ya hehehehe?. Di sana, penulis amat menikmati yang namanya wivy gratis. Sesekali, om Haji mengantarkan penulis jalan-jalan di rumah keluarga isteri beliau di Anggoya. Termasuk, di rumah nenek yang dulu sering menyuapi penulis ketika penulis belum mampu makan sendiri. Ketika kali ke4 penulis ke Kendari, penulis sudah sering diajak jalan ke Anggoya, dan suasana di anggoya masih amatlah teduh luarbiasa. Lantaran di sana, adalah rumah pribadi sepupu penulis dan juga beberapa asset yang dipunya oleh Om aji seperti percetakan cincin sumur dan beberapa rumah kontrakan.
Ketika penulis ke rumah Om Aji di kali ke2 pada tahun 2017 silam, tante dari Makassar yang tak lain juga adalah saudara dari al-marhum mama menelephone dan bertanya “Gimana nak? Kerasan di sana?” Penulis bilang “Saya tidak mau pulangmi tante, saya sudah mau pindah ke bau-bau” ujar penulis di ujung telephone bukan diujung malam, apa lagi ujung tahun dan ujung nafas jangan ya!.
Akhirnya, pada Juli 2021, penulis mendapat info tentang SLB yang rekomendet yaitu di Jalan jambu. Akhirnya, ketika penulis mencari profil lembaga lewat la google dan wa google, ternyata tidak jauh dari Anggoya dan dekat dengan Andonohu yang tak lain adalah rumah Om aji yang dulu menjadi tempat penulis dan papa stay.
Juli 2022, penulis hijrah dari Makassar ke Kendari, yang juga bertepatan dengan pesta perkawinan anak laki-laki semata wayang beliau. Penulis sempat hadir di pesta beliau dan mengikuti rangkaian uji kepatutan dan kelayakan hingga akhirnya penulis diterima mengajar di tempat yang adem dan membahagiakan ini.
Walau dekat, beliau sempat sekali ke tempat penulis mengajar menemui penulis ketika penulis masih mengajar seumur jagung, ya sekitar 3 bulanlah. Tapi, kemarin pada hari Ahad tanggal 4 juli barulah penulis bertandang dan bermalam di rumah beliau walaupun sudah pernah beberapa hari sebelumnya untuk mendiskusikan pencalonan penulis sebagai ketua yayasan di SLB sebelah he he he he? mimpi kali ye, ke pedean lu jon. Tapi, bukan itu yang didiskusikan, ya sekadar silatur-rahim, kan rumah beliau dekat, dan juga beliau adalah keluarga penulis dari pihak mama enggak salah dong.
Ketika penulis sudah hamper setahun di Kendari, tetiba penulis merenung dan bergumam, kok bisaya? Penulis dulu stay di Andonohu, diajak ke Anggoya beberapa kali hingga akhirnya penulis akhirnya terdampar di lorong jambu tepatnya di atas sebuah gunung yang,  dikelilingi hutan, walaupun ada juga beberapa rumah penduduk. Ketika penulis bermalam di rumah beliau kemarin, tetiba ingatan penulis flash back ke 2017, dan 2020 hingga akhirnya penulis nyaris menangis lantaran merasa betapa banyak anugerah tuhan yang penulis peroleh dengan jalan yang tak terduga. Lantaran penulis tak menyangka berawal dari kunjungan penulis ke kendari tahun 1995 silam, 1997 silam, 2017-2020 yang allah tunjukkan di tahun 2022 hingga hari ini. Penulis sangat bersyukur atas rahasia Allah yang mungkin tidak menghendaki penulis pulang kampung ke Selayar, lantaran Allah telah siapkan tempat di sini untuk berkarya dan menjalani,  hidup.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jalankaki di pagi hari

Menjemput jodoh di tanah muna

Membangun paradigma nklusi